Laba ditahan merupakan bagian dari laba bersih perusahaan yang ditahan oleh perusahaan dan tidak dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham. Uang ini biasanya diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan, sehingga menjadi ‘bahan bakar’ utama bagi pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan, atau digunakan untuk melunasi utang-utang perusahaan.
Laba ini akan diakumulasikan dan dilaporkan sebagai ekuitas pemilik di neraca. Besarnya laba ditahan biasanya ditentukan oleh kebijakan dewan komisaris suatu perusahaan yang tentunya akan berbeda antara kebijakan dalam satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Manfaat laba ditahan dalam proses akuntansi itu sendiri yaitu:
- Untuk membiayai operasional perusahaan dalam mencapai laba yang maksimal.
- Untuk melunasi hutang yang ada.
- Sebagai dana cadangan untuk kebutuhan investasi perusahaan.
- Untuk perkembangan perusahaan kedepannya.
Cara Menghitung Laba Ditahan Perusahaan
Berikut cara menghitung laba ditahan pada suatu perusahaan:
1. Mengumpulkan Data yang Diperlukan dari Laporan Keuangan Perusahaan
Setiap perusahaan wajib mendokumentasikan secara formal sejarah keuangan perusahaan. Jika bisa, biasanya lebih mudah untuk menghitung laba ditahan periode berjalan dengan menggunakan angka-angka dari laporan resmi untuk mengetahui jumlah laba ditahan pada tanggal tertentu, laba bersih, dan dividen yang sudah dibayarkan, dibandingkan jika harus menghitungnya secara manual. Laba ditahan perusahaan hingga periode pencatatan terakhir akan ditampilkan di neraca, sedangkan laba bersih perusahaan akan ditampilkan dalam laporan laba rugi periode berjalan.
Jika Anda bisa mendapatkan semua informasi ini, Anda dapat menghitung laba ditahan menggunakan rumus berikut:
Laba bersih – dividen yang dibayarkan = laba ditahan
Selanjutnya, untuk menghitung laba bersih kumulatif, tambahkan jumlah laba ditahan yang baru saja Anda hitung dengan saldo laba ditahan saat ini.
Misalnya, misalnya pada akhir tahun 2011 bisnis Anda memiliki saldo laba ditahan kumulatif sebesar Rp512 juta. Selama tahun 2012, usaha Anda menghasilkan laba bersih sebesar Rp21,5 juta dan membagikan dividen sebesar Rp5,5 juta. Saldo akhir dari laba ditahan dari bisnis Anda adalah:
Rp21,5 juta – Rp5,5 juta = Rp16 juta
Rp.512 million + Rp16 million = Rp528 million
Jadi, bisnis Anda sudah memiliki laba ditahan sebesar Rp. 528 juta.
2. Jika Anda Tidak Memiliki Informasi Laba Bersih, Mulailah dengan Menghitung Laba Kotor
Jika Anda tidak dapat mengakses nilai laba bersih dengan pasti, Anda dapat menghitung laba bersih suatu bisnis dengan menghitung secara manual melalui proses yang sedikit lebih lama. Mulailah dengan menghitung laba kotor perusahaan. Laba kotor adalah angka yang dihasilkan dari laporan laba rugi dan dihitung dengan mengurangkan uang dari penjualan dengan harga pokok penjualan.
Misalnya, sebuah perusahaan berhasil mencapai angka penjualan Rp150.000 dalam satu kuartal, tetapi harus membayar Rp90.000 untuk barang yang dibutuhkan untuk menghasilkan angka penjualan Rp150.000. Laba kotor untuk kuartal tersebut adalah,
Rp150.000 – Rp90.000 = Rp60.000
3. Hitung Laba Operasi
Laba operasi mencerminkan keuntungan perusahaan setelah membayar biaya penjualan dan biaya operasi, seperti upah yang sudah dibayarkan. Untuk menghitung laba operasi ini, kurangi laba kotor dengan biaya operasi perusahaan (tidak termasuk harga pokok penjualan).
Misalnya, pada kuartal yang sama di mana bisnis kami menghasilkan laba kotor sebesar Rp. 60.000, ada pembayaran biaya administrasi dan upah Rp. 15.000. Dengan demikian, laba operasi perusahaan akan menjadi,
Rp60.000 – Rp15.000 = Rp45.000.
4. Hitung Laba Bersih Sebelum Pajak
Untuk menghitung laba bersih sebelum pajak, kurangi laba operasi perusahaan dengan bunga, depresiasi, dan amortisasi. Penyusutan dan amortisasi adalah penyusutan nilai aset (berwujud dan tidak berwujud) selama umur ekonomisnya. Ini dicatat sebagai beban dalam laporan laba rugi. Jika suatu perusahaan membeli peralatan dengan harga Rp10.000 dengan umur ekonomis 10 tahun, akan terjadi biaya penyusutan sebesar Rp1.000 per tahun, dengan asumsi nilainya disusutkan secara merata.
Misalnya, perusahaan kami membayar biaya bunga sebesar Rp1.200 dan biaya penyusutan sebesar Rp4.000. Laba bersih sebelum pajak dari perusahaan kami akan menjadi
Rp45.000 – Rp1.200 – Rp4.000 = Rp39.800.
5. Hitung Laba Bersih Setelah Pajak
Biaya terakhir yang harus kita hitung adalah pajak. Untuk menghitung laba bersih setelah pajak, pertama-tama, hitung tarif pajak perusahaan dengan laba bersih sebelum pajak. Selanjutnya, untuk menghitung laba bersih setelah pajak, kurangi hasil perkalian ini dengan laba bersih sebelum pajak.
Dalam contoh yang kita diskusikan, kita asumsikan bahwa tarif pajak adalah 34%. Biaya pajak yang harus kita bayar adalah sebesar,
34% (0,34) x Rp39.800 = Rp13.532.
Selanjutnya, kita kurangi angka ini dari laba bersih sebelum pajak sebagai berikut.
Rp.39,800 – Rp.13,532 = Rp.26,268.
6. Kurangi Jumlah Dividen yang Dibayar
Setelah kita menghitung besarnya laba bersih perusahaan setelah dikurangi semua biaya yang menjadi kewajiban kita, maka kita memiliki angka yang dapat kita gunakan untuk menghitung besarnya laba ditahan selama periode akuntansi yang berjalan. Untuk menghitungnya, kurangi laba bersih setelah pajak dengan dividen yang telah dibayarkan.
Dalam contoh yang kita bahas, kita berasumsi bahwa kita membayar dividen kepada investor sebesar Rp 10.000 untuk kuartal ini. Laba ditahan untuk periode berjalan ini adalah,
Rp26.268 – Rp10.000 = Rp16.268.
7. Hitung Saldo Akhir Akun Laba Ditahan
Jangan lupa bahwa laba ditahan adalah akun kumulatif yang menunjukkan perubahan bersih laba ditahan sejak berdirinya perusahaan hingga sekarang. Untuk mengetahui total laba ditahan, tambahkan laba ditahan periode berjalan dengan saldo laba akhir pada akhir periode pembukuan.
Kami berasumsi bahwa perusahaan kami telah mempertahankan laba sebesar 30.000 sampai saat ini. Sekarang saldo di akun laba ditahan kami adalah,
Rp.30,000 + Rp.16,268 = Rp. 46,268
Perhitungan laba ditahan tentu saja berbeda di setiap perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan besaran dividen yang disepakati oleh komisaris atau perbedaan jenis perusahaan. Ketika semua perhitungan di atas telah terpenuhi, maka sisa laba ditahan dapat kembali ke perusahaan sebagai investasi untuk kuartal berikutnya. Namun bisa juga laba ditahan yang dialokasikan untuk hal-hal lain sesuai dengan kesepakatan komisaris perusahaan. Laba ditahan juga dimungkinkan memiliki nilai minus karena perusahaan mengalami kerugian dibandingkan tahun sebelumnya. Karena kerugian lebih besar dari total semua laba ditahan, ini memungkinkan total laba ditahan dikurangi.